A. Rasional Penerapan PKP Dalam Pembelajaran
Pendekatan Ketrampilan Proses, seperti telah ditegaskan sebelumnya,
adalah pendekatan yang menekankan penggunaan ketrampilan memproseskan
perolehan dalam pembelajaran yang dikembangkan sebagai konsep terlaksana untuk
menerapkan Pendekatan CBSA. Oleh karena itu, alasan dikembangkannya PKP ini
tidak berbeda secara prinsip dengan rasional Pendekatan CBSA. Rasional penerapan
PKP dalam pembelajaran (Conny Semiawan, dkk,1985: 14-16; Moedjiono dan Moh.
Dimyati, 1992/1993: 12-14) sebagai berikut:
1. Percepatan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan bahan ajar, yang
bersumber dari ilmu pengetahuan itu makin banyak (makin luas dan atau
mendalam) sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan
konsep itu kepada muridnya dalam pembelajaran di sekolah. Kalau guru tetap
berusaha mengajarkan semua fakta dan konsep itu, maka guru biasanya
memilih cara praktis dengan metode ceramah. Akibatnya, murid mengetahui
banyak fakta dan konsep yang diajarkan itu, tetapi murid tidak dilatih untuk
menemukan dan atau mengembangkan fakta, konsep, dan atau prinsip,
dengan kata lain, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Perkembangan kognitif murid SD-MI yang masih berada pada tahap operasi
konkrit sehingga masih memerlukan contoh nyata untuk dapat memahami
konsep yang abstrak dan rumit, utamanya dengan memperaktekkan sendiiri
upaya menemukan konsep itu. Hal itu sesuai dengan salah satu prinsip PKP
yakni perkembangan kognitif sesungguhnya dilandasi oleh gerakan dan
perbuatan, seperti pendapat Jean Piaget “….. mengetahui sesuatu obyek tak
lain daripada memperlakukannya”; esensi pengetahuan adalah aktivitas, baik
fisik dan terutama mental. Tugas guru adalah menyiapkan suatu lingkungan
belajar yang menggiring murid untuk bertanya, mengamati, mengadakan
percobaan, dll untuk menemukan fakta, konsep, dan atau prinsip. Murid
mulai belajar menjadi seorang „ilmuwan‟.
3. Penemuan ilmu pengetahuan hanyalah suatu kebenaran relatif yang masih
tetap terbuka untuk dikaji dan diuji kembali. Hal tersebut menuntut suatu
sikap ilmiah dari para ilmuwan yakni mampu dan mau mengkaji dan menguji
kembali sesuatu yang telah dianggap benar. Sikap ilmiah itu seharusnya
mulai ditanamkan pada setiap murid SD-MI. Dari sisi lain, murid mulai
dibiasakan untuk mempertanyakan dan mencari kemungkinan-kemungkinan
lain, dengan kata lain, murid dibiasakan untuk berpikir dan bertindak kreatif.
4. Setiap pembelajaran harus tetap berusaha untuk mengembangkan kepribadian
murid secara holistik. Meskipun suatu pembelajaran berada dikawasan ranah
kognitif, tetapi pembelajaran itu tidak boleh dilepaskan dari ranah afektif dan
atau psikomotorik. PKP yang menekankan pengembangan ketrampilan
memproseskan perolehan (kawasan psikomotorik: ketrapilan fisik/intelekual)
akan berperan sebagai wahana penyatukait antara pengembangan konsep
(ranah kognitif) dan pengembangan sikap dan nilai (ranah afektif).
Demikianlah beberapa alasan yang mendorong dikembangkannya PKP sebagai
konsep terlaksananya penerapkan Pendekatan CBSA, namun bukanlah pengaktifan
murid yang “…..tanpa isi, tanpa pesan, tanpa rancangan, dan tanpa arah.
……..[Tetapi] yang dipraktekkan adalah cara belajar siswa aktif yang
mengembangkan ketrampilan proses perolehan.” (Conny Semiawan, dkk, 1985: 16).
Pembelajaran aktif dan bermakna itu menuntut aktivitas murid yang bukan hanya
bersifat fisik, melainkan yang utama adalah keterlibatan mental (intelektual dan atau
emosionl). Pembelajaran yang bermakna itu akan menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas murid dalam pembelajaran, serta akan mendorong perkembangan mental
yang kadarnya tinggi dalam 2 (dua) komponen penting yakni (1) berpikir kritis
dalam mencari kebenaran fakta, konsep, prinsip, dan atau teori, dan (2) kreativitas
dalam mencari kebermaknaan (Siler, 1990, dan Lipman, 1991, dari Conny R.Semiawan, 1993:17-19). Seperti diketahui, proses berpikir dapat dibedakan dalam
2 (dua) fungsi utama, yakni (1) berpikir kritis, rasional logis, konvergen (memusat)
sebagai fungsi utama dari belahan otak kiri, dan (2) berpikir kreatif, divergen
(memencar) sebagai fungsi utama dari otak kanan. Kedua sisi fungsi berpikir itu
saling melengkapi dan merupakan satu kesatuan, dan keduanya seharusnya
dikembangkan secara seimbang, serasi dan selaras dalam pembelajaran di SD-MI.
Dalam pengamatan tentang pembelajaran di SD-MI, diperoleh kesan bahwa berpikir
kreatif belum cukup dikembangkan.
B. Pengertian Pendekatan Ketrampilan Proses (PKP)
Pendekatan Ketrampilan Proses (PKP) adalah pendekatan pembelajaran yang
mengutamakan penerapan berbagai ketrampilan memproseskan perolehan dalam
pembelajaran itu “Ketrampilan memproseskan perolehan adalah suatu konsep
terlaksana yang dapat membantu kita untuk menerapkan Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) …” (Conny Semiawan, 1985: 3). Penerapan PKP dalam pembelajaran
memberi penekanan agar dalam pembelajaran itu para murid dilatihkan ketrampilan-
ketrampilan mendasar yang biasa dipergunakan para ilmuwan dalam menghasilkan
penemuan-penemuan besar dalam ilmu pengetahuan, seperti: mengamati,
menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dll. Ketrampilan mendasar itu yang telah
menghasilkan penemuan besar dalam ilmu pengetahuan, seperti: „pemutarbalikan‟
Copernicus yang mengemukakan bahwa bukan matahari yang mengedari bumi
(seperti anggapan umum pada saat itu) tetapi terbalik: bumi yang mengedari
matahari, atau penemuan ketidaksadaran (Id/Das unbewuzte) oleh Sigmund Freud
dengan aliran Psikoanalisa, atau penemuan gagasan koperasi oleh Muhammad Hatta
(Bung Hatta), dsb Penemuan-penemuan besar itu dilakukan karena para ilmuwan
tersebut menguasai berbagai ketrampilan mendasar (fisik dan atau mental),
meskipun penguasaan fakta, konsep, prinsip dan atau teori dalam bidangnya
mungkin masih terbatas.
Ketrampilan-ketrampilan mendasar yang dikuasai para ilmuwan itu pada
prinsipnya terdapat juga dalam diri anak, hanya masih potensial dan atau masih
sederhana dan belum berkembang. Kalau diperhatikan seorang anak dan seorang
ilmuwan menyelidiki sesuatu disekitarnya, umpama seekor kupu-kupu, maka
keduanya didorong oleh hasrat ingin tahu yang besar, serta pada dasarnya keduanya
menggunakan ketrampilan proses yang sama, yakni kemungkinan keduanya
mengamati, menghitung, mengukur, dsb. Perbedaannya hanyalah bahwa para
ilmuwan menggunakan ketrampilan proses itu dengan lebih intensif dan berkualitas.
Para ilmuwan bekerja dengan landasan teoritis, lebih terarah dan sistimatis, seperti:
ilmuwan itu merumuskan masalah, membuat hipotesis, melakukan
penelitian/eksperimen, serta mengumpulkan, mengolah, dan menginterpretasi data,
dsb. Intensitas dan kualitas penguasaan ketrampilan proses itulah yang menghantar
para ilmuwan menghasilkan penemuan-penemuan besar dalam ilmu pengetahuan.
Pembelajaran di SD-MI seyogianya secara dini menumbuhkan dan
mengembangkan ketrampilan proses seperti yang dikuasai para ilmuwan itu dengan
menerapkan PKP dalam pembelajaranya. Dengan penerapan PKP dalam
pembelajaran, murid dengan memproseskan perolehannya akan mampu menemukan
sendiri fakta, konsep, dan atau prinsip (pengembangan pengetahuan-pemahaman
dalam ranah kognitif), dan seiring dengan itu, pembelajaran itu secara berangsur tapi
berlanjut akan mengembangkan sikap dan nilai pada siswa yang relevan seperti
cermat, teliti, jujur, dsb. Dengan kata lain, pembelajaran yang semula menggunakan
berbagai ketrampilan proses (fisik, social, dan atau intelektual dalam ranah
psikomotorik), akan menghantar murid pada suatu pengetahuan-pemahaman (dalam
ranah kognitif), serta seiring dengan itu menumbuhan pula sikap dan nilai yang
relevan (dalam ranah afektif). “Seluruh irama gerak atau tindakan dalam proses
belajar-mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif. Inilah
sebenarnya yang dimaksudkan dengan pendekatan proses” (Conny Semiawan, dkk,
1985: 18).. Pendekatan proses itu akan mengembangkan kreativitas murid, yang
pada gilirannya, akan menjadi landasan untuk pegembangan kepribadiannya secara
keseluruhan.
Terdapat beberapa manfaat yang dapat dicapai dengan menerapkan PKP dalam
pembelajaran di SD-MI (Funk, 1985; dari Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992/1993:
14) sebagai berikut:
1. Dengan penerapan PKP dalam pembelajaran, murid akan memperoleh
pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan;
2. Dengan penerapan PKP dalam pembelajaran berarti murid bekerja dengan
ilmu pengetahuan, tidak sekadar memperoleh informasi tentang ilmu
pengetahuan itu.
3. Dengan penerapan PKP dalam pembelajaran, murid secara serentak belajar
tentang proses dan produk ilmu pengetahuan.
Penerapan PKP dalam pembelajaran akan menempatkan murid sebagai
„ilmuwan‟ dalam menggeluti ilmu pengetahuan itu, dengan kata lain, murid
berperan sebagai „produsen‟ bukan sekadar penerima ilmu pengetahuan itu.
A. Jenis-Jenis Ketrampilan Proses
Terdapat berbagai ketrampilan proses yang perlu diterapkan dalam
pembelajaran yang menggunakan Pendekatan Ketrampilan Proses itu (Conny
Semiawan, dkk, 1985:19-34; Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992/1993: 15-19)
sebagai berikut:
1. Observasi atau Pengamatan
Sebagai ketrampilan ilmiah yang mendasar, mengobservasi atau mengamati
adalah penggunaan semua alat indra (untuk melihat, mendengar, meraba, mencium,
dan atau mengecap) dengan seksama untuk memilah-milahkan sesuatu yang penting
dari yang kurang/tidak penting. Murid dalam kehidupannya sehari-hari pasti banyak
melihat benda, binatang, tumbuhan, dan atau orang disekitarnya, atau mendengar
kicauan burung, bunyi klakson kendaraan, dll, atau merasakan hembusan angin, dsb.
Tetapi penglihatan, pendengaran, perabaan, dll itu hanya sepintas dan kurang
saksama, sehingga kegiatan itu bukan observasi atau pengamatan. Prasyarat utama
dalam observasi adalah pemusatan perhatian, ketelitian, dan kecermatan dalam
melihat, mendengar, dsb sehingga dapat memilahkan yang penting dari yang lainnya.
Murid seharusnya dilatih melalui pembelajaran untuk melakukan observasi atau
pengamatan dengan cermat dan terarah, dan tidak sekadar melihat/mendengar
sesuatu itu sepintas lalu.
2. Penghitungan
Menghitung merupakan ketrampilan mendasar yang banyak sekali
dipergunakan para ilmuwan dalam bekerja Oleh karena itu, menghitung harus
dilatihkan melalui pembelajaran di SD-MI, bukan hanya dalam pembelajaran
matematika tetapi juga pembelajaran lainnya, seperti dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan alam (menghitung jumlah daun, kaki belalang, dsb), pembelajaran ilmu
pengetahuan social (menghitung jumlah anggota keluarga, penduduk satu wilayah),
pembelajaran Bahasa Indonesia (menghitung jumlah kata dalam setiap kalimat,
jumlah kalimat dalam satu alinea, dsb), dan lain-lain. Hasil perhitungan itu dapat
dilaporkan dengan membuat tabel, grafik, dan atau histogram, Tingkat kesulitan
penghitungan itu harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
murid, di kelas-kelas awal dengan penghitungan sederhana, sedangkan untuk kelas-
kelas lanjut dengan penghitungan dan cara pelaporan yang lebih rumit.
3. Pengukuran
Ketrampilan pengukuran adalah salah satu ketrampilan penting dan banyak
dipergunakan para ilmuwan dalam pekerjaannya; oleh karena itu, ketrampilan
pengukuran harus menjadi bagian penting dalam pembelajaran di SD-MI.
Pengukuran didasarkan pada perbandingan, seperti membandingkan panjang, luas,
volume dari benda, membandingkan kecepatan, suhu, dsb. Melatih murid melakukan
berbagai pengukuran haruslah menjadi .Bagian penting dalam pembelajaran di SD-
MI. Pelatihan pengukuran itu dilakukan secara bertahap, pada awalnya hanya
membandingkan panjang, besar, berat, dll terhadap benda di sekitarnya, kemudian
mulai diperkenalkan dengan ukuran seperti meter, gram, liter, dll yang disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan murid.
4. Klasifikasi
Ketrampilan klasifikasi atau menggolong-golongkan sesuau merupakan
pekerjaan rutin seorang ilmuwan, dan karena itu murid SD-MI sejak dini harus
diperkenalkan dengan ketrampilan klasifikasi ini. Murid harus terlatih melihat
persamaan dan perbedaan sesuatu sebagai dasar klasifikasi itu, baik berdasarkan ciri
khusus, tujuan, maupun untuk kepentingan tertentu. Melalui pembelajaran, murid
ditugaskan melakukan penggolongan berbagai benda disekitarnya, umpama
klasifikasi klereng berdasarkan warnanya, kancing baju berdasarkan besarnya, daun-
daunan bedasarkan bentuknya, dsb. Dengan demikian, murid akan terlatih
mengamati sesuatu secara cermat, mengenal persamaan dan perbedaan benda-benda
tersebut, serta mampu menggolong-golongkannya sesuai ciri-ciri khususnya masing-
masing. Di kelas awal, cara klasifikasi yang ditugaskan masih sederhana, dan makin
lanjut kelas dengan kemampuan murid yang mulai berkembang, tugas klasfikasi
makin sulit, baik isi tugasnya maupun cara pengolahan hasil klasifikasi itu dalam
pelaporan.
.5. Pengenalan Ruang dan Waktu serta Hubungan Keduanya
Ketrampilan berkaitan dengan pengenalan bentuk-bentuk ruang (lingkaran,
persegi empat, segi tiga, kubus, silinder, dll), pengenalan arah (bawah, atas,
belakang, depan, kiri, kanan, dll), pengenalan waktu (menit, jam, sehari, seminggu,
sebulan dll) serta hubungan yang satu dengan lainnya (arah, jarak, dan waktu, seperti
lamanya mengelilingi suatu lingkaran, dll) termasuk ketrampilan yang sering
dipergunakan ilmuwan dalam bekerja. Oleh karena itu, ketrampilan ini perlu
dilatihkan kepada murid SD-MI melalui pembelajaran., seperti menetapkan bentuk
suatu ruang atau benda, arah suatu gerakan, lamanya waktu yang dipakai untuk
mengelilingi lapangan olah raga dengan berjalan kaki atau berlari, dsb.
6. Pembuatan Hipotesis
Pembuatan hipotesis merupakan ketrampilan yang sangat penting bagi
seorang ilmuwan. Suatu hipotesis adalah suatu perkiraan ilmiah tentang pemecahan
suatu masalah, penjelasan suatu keadaan, dll, yang selanjutnya diuji kebenarannya
melalui penelitian, eksperimen, dsb. Murid SD-MI perlu memperoleh latihan untuk
membuat hipotesis yang kemudian diuji dengan eksperimen sederhana melalui
berbagai pembelajaran di sekolah. Sebagai contoh: karena setiap pembakaran
memerlukan oksigen yang ada diudara, maka lilin yang menyala akan mati apabila
ditutup rapat; atau lilin menyala yang penutupnya kecil akan padam lebih dahulu
dari pada lilin menyala yang penutupnya lebih besar. Karena tanaman memerlukan
air, maka tanaman yang disiram teratur akan lebih subur dari pada tanaman yang
kurang/jarang disiram (dengan catatan: kedua tanaman itu ditempatkan pada tempat
yang tidak kena hujan). Pembuatan dan pengujian hipotesis melalui eksperimen akan
menumbuhkan/mengembangkan berbagai ketrampilan mendasar seperti yang diperlukan para ilmuwan dalam bekerja, tetapi juga murid akan menemukan sendiri
pengetahuan-pemahaman yang ilmiah, dan serentak dengan itu, akan
menumbuhkan/mengembangkan sikap ilmiah.
7. Perencanaan Penelitian/Eksperimen
Eksperimen atau percobaan dapat dilakukan oleh siapa saja dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi kebanyakan melakukannya secara trial and error saja; demikian
pula dengan anak, sering melakukan percobaan trial and error dengan mainannya,
dengan binatang peliharaannya, dan sebagainya. Berbeda dengan kebanyakan orang,
para ilmuwan melakukan eksperimen dalam rangka penelitian untuk menguji
hipotesisnya. Para ilmuwan melakukan penelitian/eksperimen dilandasi oleh dasar
teoritis, serta dilakukan secara sistimatis dan terarah yang dipandu oleh hipotesisnya.
Oleh karena itu, pembelajaran di SD-MI seharusnya meningkatkan kemampuan
murid yang biasa melakukan percobaan secara trial and error saja menjadi suatu
eksperimen yang dipandu oleh suatu hipotesis yang dilandasi dasar teoritis, dan
dilakukan secara sistimatis dan terarah. Melalui pembelajaran, disamping
eksperimen, murid dibiasakan pula melakukan berbagai penelitian sederhana,
seperti: jumlah anak dari setiap orang tua murid di kelasnya, tinggi badan seluruh
murid di kelasnya, dsb. Dapat pula melakukan penelitian yang lebih rumit, umpama
hubungan antara tinggi badan dan berat seseorang, hubungan antara tinggi badan
dengan nomor sepatu yang dipakainya, dsb. Perlu ditekankan bahwa setiap
penelitian/eksperimen harus didahului oleh perencanaan yang matang, sehingga
penelitian/eksperimen itu dapat berlangsung seperti yang diinginkan. Dengan
perencanaan itu, dapat diketahui jenis dan jumlah alat dan bahan yang diperlukan,
faktor atau variabel yang harus diperhatikan/dikendalikan, prosedur kerja yang harus
ditempuh, cara mencatat, mengolah, dan menginterpretasi data untuk membuat
kesimpulan, dsb. Kesulitan dan kerumitan penelitian/eksperimen itu disesuaikan
demgam tingkat perkembangan dan kemampuan murid.
8. Pengendalian Variabel
Pengendalian variabel atau faktor yang berpengaruh dalam
penelitian/eksperimen merupakan salah satu ketrampilan mendasar yang dilakukan
para ilmuwan dalam melaksanakan penelitian/eksperimen itu. Pengendalian variabel
meliputi baik variabel bebas maupun variabel tergantung (variabel eksperimen).
Pengendalian variabel, baik variabel bebas maupun variabel tergantung, sangat
penting dalam setiap eksperimen. Dengan demikian, murid perlu segera
diperkenalkan dengan ketrampilan pengendalian variabel itu melalui pembelajaran di SD-MI. Ketrampilan pengendalian variabel dilatihkan secara langsung sewaktu
murid melakukan eksperimen. Sebagai contoh eksperimen tentang pentingnya
berbagai jenis pupuk bagi tanaman: variabel tergantung (variabel yang akan diteliti
adalah pupuk), sedang variabel bebas adalah semua hal yang terkait dengan tanaman,
kecuali pupuk, seperti: bibit tanaman, tanah tempat menanam, curah hujan atau
penyiraman, sinar matahari, dsb. Dalam eksperimen, murid berlatih mengendalikan
variabel bebas agar hal-hal itu sama untuk semua tanaman (baik tanaman percobaan
maupun tanaman lain sebagai pembanding), demikian juga dengan variabel
tergantung (variabel yang akan dicobakan) yakni penggunaan berbagai jenis pupuk
pada beberapa tanaman yang berbeda dan yang tidak dipupuk. Setelah beberapa
minggu, keadaan tanaman yang dipupuk dengan pupuk yang berbeda dan yang tidak
dipupuk dibandingkan, sehingga akan dapat disimpulkan tentang (1) pengaruh pupuk
terhadap kesuburan tanaman, dan (2) jenis pupuk yang lebih menambah kesuburan
tanaman. Dengan latihan pengendalian variabel dalam berbagai eksperimen, murid
akan lebih menguasai ketrampilan pengendalian variabel itu
9. Interpretasi Data
Ketrampilan mengintrepretasi atau menafsirkan data adalah salah satu
ketrampilan kunci dalam keberhasilan ilmuwan dalam pekerjaannya. Data yang telah
dikumpulkan dalam penelitian/eksperimen harus dapat diinterpretasi/ditafsirkan
dengan cara-cara sesuai kaidah ilmiah. Pembelajaran di SD-MI seyogianya melatih
murid untuk menguasai ketrampilan interpretasi data ini. Data yang telah
dikumpulkan melalui berbagai kegiatan seperti: perhitungan, pengukuran,
eksperimen, dan atau penelitian sederhana, diolah dan disajikan dalam berbagai cara
seperti: tabel, grafik, diagram, dan atau histogram, yang selanjutnya diinterpretasikan
dalam berbagai kesimpulan. Umpamanya, pengukuran tinggi badan murid-murid di
kelas sendiri dan disajikan dalam bentuk tabel dapat dibuat tafsiran seperti; tinggi
badan berada dalam rentangan dari terendah ke tertinggi, ketinggian berapa yang
banyak jumlah muridnya, bahkan dapat dihitung rata-rata tinggi badan murid satu
kelas itu, dsb. Dengan pembelajaran yang memberi peluang untuk berlatih
menginterpretasi data, murid akan terbiasa membuat kesimpulan yang sesuai dengan
kaidah ilmiah, dan bukannya kesimpulan yang direka-reka saja
gambar, model, tabel, grafik, diagram, dan sebagainya yang akan memudahkan
orang lain untuk memahami apa yang dikomunikasikan itu. Ketrampilan komunikasi
ini mutlak dikuasai oleh para ilmuwan, agar gagasan, penemuan, dan sejenisnya
dapat tersebar luas dan diketahui orang lain. Murid di SD-MI perlu dibiasakan
mengkomunikasikan gagasan, hasil pengamatan, pengukuran, dan atau eksperimen,
dsb sesuai kaidah komunikasi ilmiah. Dengan bimbingan guru, murid harus
melengkapi laporannya dengan penyajian data yang relevan dengan laporan itu,
seperti gambar, tabel, grafik, dll. Demikian juga laporan hasil kerja tugas dalam
Lembar Kerja Murid, hasil diskusi atau kerja kelompok, serta kegiatan pembelajaran
lainnya yang menghasilkan sesuatu yang perlu dikomunikasikan kepada pihak lain.
Dengan latihan ini, murid secara berangsur akan dapat menguasai ketrampilan
komunikasi ini, baik lisan maupun tertulis.
Demikianlah berbagai jenis ketrampilan proses yang selalu dipakai oleh para
ilmuwan untuk menghasilkan temuan-temuan penting yang telah mengabadikan
namanya dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Murid-murid SD-MI secara dini,
bertahap, tetapi berlanjut harus diberi peluang untuk mengusai ketrampilan proses
tersebut melalui pembelajaran di sekolah. Pengembangan ketrampilan proses secara
dini harus telah dimulai di kelas-kelas awal dengan memilih ketrampilan yang sesuai
dengan perkembangan dan kemampuan murid-murid yang bersangkutan, seperti
ketrampilan mengobservasi, perhitungan, klasifikasi, komunikasi, dsb. Untuk kelas-
kelas lanjut harus dilatihkan berbagai ketrampilan proses lainnya yang lebih sulit
dan rumit; hal itulah yang dimaksudkan dengan latihan melalui pembelajaran secara
bertahap tetapi berlanjut. Pengembangan berbagai ketrampilan proses tersebut adalah
hasil akumulasi dari diterapakannya PKP itu melalui berbagai pembelajaran dalam
berbagai bidang studi .
A. Penerapan Ketrampilan Proses Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Di SD-MI
Setiap pembelajaran selalu berlangsung dalam 3 (tiga) tahapan utama yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Kajian tentang penerapan PKP itu dibatasi
hanya pada tahap perencanaan saja, dengan catatan: Anda dipersilahkan
mempraktekkannya bagi yang berkesempatan dan mau melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan gagasan yang dikaji pada tahap perencanaan ini. Anda dapat
mengadakan penyesuaian situasional (penyesuaian sesuai dengan situasi dan kondisi
obyektif di sekolah/kelas tempat pelaksanaan pembelajaran itu). Selanjutnya, kalau
pembelajaran itu sementara dilaksanakan dan memerlukan revisi dari rencana semula, silahkan mengadakan penyesuaian transaksional (penyesuaian karena
kebutuhan nyata sementara pembelajaran berlangsung).
Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harus didahului dengan
beberapa kegiatan sebelum mulai merancang pembelajaran itu. Kegiatan sebelum
perancangan itu, antara lain diperlukan hal-hal berikut:
1. Pemahaman yang tepat tentang kurikulum, utamanya silabi, yang menjadi acuan
dalam pembelajaran yang akan direncanakan itu: kaji dengan cermat
kompetensi, indikator, pengalaman belajar, materi pokok, dll. Pilih pengalaman
belajar dan materi pokok yang cocok untuk penerapan PKP dalam pelaksanaan
pembelajaran itu.
2. Pemahaman yang tepat tentang tingkat perkembangan dan kemampuan murid
yang akan mengikuti pembelajaran itu, utamanya tentang kemampuan awalnya
(entering behavior);
3. Fasilitas pembelajaran yang tersedia/dapat disediakan dan dapat dipergunakan
dalam pembalajaran: sumber belajar, media pembelajaran, alat dan bahan yang
diperlukan;
Selanjutnya, pilih ketrampilan proses yang sesuai dengan keperluan pembelajaran
berdasarkan hasil kajian Butir 1, 2, dan 3 tersebut di atas. Setelah langkah persiapan
itu tuntas, mulailah merancang pembelajaran, dan setelah rancangan itu jelas barulah
mulai penyusunan/penulisan rencana pelaksanaan pembelajaran itu. .
10. Kesimpulan Sementara (Inferensi)
Ketrampilan membuat kesimpulan sementara atau inferensi sering
dipergunakan para ilmuwan dalam suatu penelitian, suatu kesimpulan yang masih
akan diuji selanjutnya untuk menjadi kesimpulan akhir. Murid dilatih untuk membuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi atau data yang dimilikinya pada suatu
waktu tertentu, yang masih akan diuji kembali dengan diperolehnya informasi/data
tambahan. Umpamanya: guru menyebutkan tiga ciri suatu hewan (seperti, berkaki
empat, lebih besar dari kambing, biasa jadi pacuan), dan Murid menebaknya
(kuda)..Kesimpulan sementara itu diselidiki kebenarannya dengan mencari informasi
atau data tambahan, seperti tidak bertanduk, mudah dijinakkan, dsb..
11. Peramalan
Baik ilmuwan maupun orang awam biasa membuat peramalan. Perbedaannya
terletak pada dasar peramalan itu. Peramalan orang awam biasanya didasarkan pada
pengalamannya, seperti kalau mendung akan terjadi hujan, kalau panen padi gagal
akan terjadi harga beras naik, dsb. Peramalan para ilmuwan biasanya didasarkan
fakta atau data yang telah dikumpulkannya melalui obervasi, pengukuran,
eksperimen, dll, yang memperlihatkan suatu kecenderungan gejala tertentu.
Pembelajaran di SD-MI harus memberi peluang kepada murid untuk berlatih
membuat peramalan yang didasarkan pada informasi atau data yang telah tersedia.
Umpama berdasarkan catatan curah hujan pada bulan tertentu selama 2-5 tahun,
murid dapat membuat peramalan banyaknya curah hujan bulan ybs tahun ini.
Demikian pula dengan informasi/data lainnya yang teredia dapat dijadikan dasar
untuk membuat peramalan.
12. Penerapan (Aplikasi)
Para ilmuwan pada umumnya menguasai ketrampilan untuk mengaplikasikan
suatu konsep, prinsip, dan atau teori untuk memecahkan suatu masalah, menjelaskan
suatu peristiwa baru, dsb. Pembelajaran di SD-MI seharusnya melatih muridnya
untuk menggunakan ketrampilan penerapan ini, baik dengan langsung melakukannya
maupun dengan menunjukkan bukti penerapan itu disekitarnya. Beberapa contoh
seperti konsep yang menyatakan bahwa udara mempunyai tekanan dapat diterapkan
dengan memompa ban sepeda agar dapat membawa beban yang lebih berat,.bahwa
air mengalir dari tempat tinggi ketempat rendah diterapkan dengan menempatkan
tempat cadangan air diketinggian agar air dapat mengalir keseluruh bagian rumah
(untuk cadangan air di rumah tinggal) atau keseluruh bagian kota (untuk cadangan
air Perusahaan Air Minum atau PDAM).
13. Komunikasi
Ketrampilan komunikasi selalu diperguanakan para ilmuwa untuk
menyampaikan gagasan, hasil penelitian, penemuan, dll kepada orang lain, baik lisan
maupun tertulis, yang biasanya dilengkapi dengan penyajian data dalam bentuk
gambar, model, tabel, grafik, diagram, dan sebagainya yang akan memudahkan
orang lain untuk memahami apa yang dikomunikasikan itu. Ketrampilan komunikasi
ini mutlak dikuasai oleh para ilmuwan, agar gagasan, penemuan, dan sejenisnya
dapat tersebar luas dan diketahui orang lain. Murid di SD-MI perlu dibiasakan
mengkomunikasikan gagasan, hasil pengamatan, pengukuran, dan atau eksperimen,
dsb sesuai kaidah komunikasi ilmiah. Dengan bimbingan guru, murid harus
melengkapi laporannya dengan penyajian data yang relevan dengan laporan itu,
seperti gambar, tabel, grafik, dll. Demikian juga laporan hasil kerja tugas dalam
Lembar Kerja Murid, hasil diskusi atau kerja kelompok, serta kegiatan pembelajaran
lainnya yang menghasilkan sesuatu yang perlu dikomunikasikan kepada pihak lain.
Dengan latihan ini, murid secara berangsur akan dapat menguasai ketrampilan
komunikasi ini, baik lisan maupun tertulis.
Demikianlah berbagai jenis ketrampilan proses yang selalu dipakai oleh para
ilmuwan untuk menghasilkan temuan-temuan penting yang telah mengabadikan
namanya dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Murid-murid SD-MI secara dini,
bertahap, tetapi berlanjut harus diberi peluang untuk mengusai ketrampilan proses
tersebut melalui pembelajaran di sekolah. Pengembangan ketrampilan proses secara
dini harus telah dimulai di kelas-kelas awal dengan memilih ketrampilan yang sesuai
dengan perkembangan dan kemampuan murid-murid yang bersangkutan, seperti
ketrampilan mengobservasi, perhitungan, klasifikasi, komunikasi, dsb. Untuk kelas-
kelas lanjut harus dilatihkan berbagai ketrampilan proses lainnya yang lebih sulit
dan rumit; hal itulah yang dimaksudkan dengan latihan melalui pembelajaran secara
bertahap tetapi berlanjut. Pengembangan berbagai ketrampilan proses tersebut adalah
hasil akumulasi dari diterapakannya PKP itu melalui berbagai pembelajaran dalam
berbagai bidang studi .
A. Penerapan Ketrampilan Proses Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Di SD-MI
Setiap pembelajaran selalu berlangsung dalam 3 (tiga) tahapan utama yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Kajian tentang penerapan PKP itu dibatasi
hanya pada tahap perencanaan saja, dengan catatan: Anda dipersilahkan
mempraktekkannya bagi yang berkesempatan dan mau melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan gagasan yang dikaji pada tahap perencanaan ini. Anda dapat
mengadakan penyesuaian situasional (penyesuaian sesuai dengan situasi dan kondisi
obyektif di sekolah/kelas tempat pelaksanaan pembelajaran itu). Selanjutnya, kalau
pembelajaran itu sementara dilaksanakan dan memerlukan revisi dari rencana
semula, silahkan mengadakan penyesuaian transaksional (penyesuaian karena
kebutuhan nyata sementara pembelajaran berlangsung).
Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harus didahului dengan
beberapa kegiatan sebelum mulai merancang pembelajaran itu. Kegiatan sebelum
perancangan itu, antara lain diperlukan hal-hal berikut:
1. Pemahaman yang tepat tentang kurikulum, utamanya silabi, yang menjadi acuan
dalam pembelajaran yang akan direncanakan itu: kaji dengan cermat
kompetensi, indikator, pengalaman belajar, materi pokok, dll. Pilih pengalaman
belajar dan materi pokok yang cocok untuk penerapan PKP dalam pelaksanaan
pembelajaran itu.
2. Pemahaman yang tepat tentang tingkat perkembangan dan kemampuan murid
yang akan mengikuti pembelajaran itu, utamanya tentang kemampuan awalnya
(entering behavior);
3. Fasilitas pembelajaran yang tersedia/dapat disediakan dan dapat dipergunakan
dalam pembalajaran: sumber belajar, media pembelajaran, alat dan bahan yang
diperlukan;
Selanjutnya, pilih ketrampilan proses yang sesuai dengan keperluan pembelajaran
berdasarkan hasil kajian Butir 1, 2, dan 3 tersebut di atas. Setelah langkah persiapan
itu tuntas, mulailah merancang pembelajaran, dan setelah rancangan itu jelas barulah
mulai penyusunan/penulisan rencana pelaksanaan pembelajaran itu. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar